Cerita Uncal dari Pelabuhan Tanjung Tembikar Pasuruan (Ayo Memancing VII)

Pasuruan, Maret 2015 
Pantai utara Jawa adalah daerah yang tersohor untuk urusan perdagangan. Lintas jaman dan lintas bangsa. Salah satu daerah yang menjadi kawasan perdagangan di kawasan tapal kuda adalah Pasuruan.
Pintu Masuk
Spot mancing yang cukup diminati orang di pasuruan adalah Pelabuhan Tanjung Tembikar. Terletak tidak jauh dari pusat kota. Jika anda yang tidak membawa kendaraan pribadi, bisa naik bus dan bilang turun di terminal lama. Dari tempat turun bus tersebut tinggal berjalan, kalau bisa naik becak saja untuk mencapai pelabuhan pasuruan. Dari Kali Siliran Galur saya bersafari ke Pelabuhan Pasuruan.
Trotoar skaligus spot pemancingan
Tempat memancing bisa di tempat parkir. Tempat parkir kapal nelayan yang sedang merapat, upayakan sisi sebelah timur karena sisi ini terdapat pergudangan, kantor pelayaran dan sedikit perumahan penduduk. Aktivitas perkapalan maupun bongkar ikan tangkapan lebih banyak di sisi barat. Ikan favorit di kawasan ini adalah ikan sembilang. Kata bapak pemancing yang saya temui menceritakan jika sembilang tergolong ikan yang susah untuk ditaklukan. Tenaganya kencang dan bisa memutuskan senar sekaligus hati pemancing. Ikannya garang penuh wibawa karena mempunyai kumis. Saudara sesuku dengan ikan keting yang masuk dalam suku Plotosidae. 
Memancing di tengah aktivitas nelayan atau bongkar muat kapal lintas pulau, bukanlah memancing yang tenang. Kita harus siap dan ceria saat enak-enak menikmati goyangan ikan yang sedang makan umpan tiba-tiba airnya turut bergoyang. Itu karena kapal-kapal sedang lewat. Lalu lintas kapal di kawasan ini tergolong tinggi, khususnya pada pagi dan sore. Ada kapal yang datang dan ada pula yang pergi.
biang ombak




mancing umpan roti
Setelah melakukan survei di sana-sini. Saya menanyakan pada beberapa orang spot mancing yang paling nyaman di daerah pelabuhan. Kalau ingin Sembilang, mancingnya harus malam hari di dekat daerah yang menjadi tambatan perahu nelayan atau bongkar muat ikan. Kadang ada sisa ikan, sampai olahan penduduk yang dibuang di laut menjadi makanan ternikmat ikan Sembilang. Siang itu, ada empat bapak yang sedang memancing di sisi timur, saya amati mereka menggunakan teknik tegek dengan menggunakan pancing ukuran kecil dan umpan yang dipakai adalah roti. Kelemahan dari umpan ini adalah mudah rontok apalagi ketika lalu lintas kapal nelayan sedang padat.
Kapal pengangkut kayu lintas pulau
Berbicara tentang kapal nelayan, di Pasuruan jenis kapal yang biasa digunakan umumnya kapal ijo-ijo (bukan kapal pengangkut sayur atau ganja loh), perahu pakisan (golekan), Perahu Glati dan Perahu sekoci (bukan perahu penyelamat, tapi nama kapal untuk menangkap ikan).
kapal pencari Dorang dan ikan teri
Saya tertarik dengan kapal yang terdapat pada gambar di atas. Kapal ini sekali berangkat mengangkut awak lebih dari lima orang. Menurut penuturan salah satu nelayan yang saya wawancarai. Bapak Ni'am. Perahu ini mempunyai area tangkapan agak ke tengah. Target yang dicari adalah ikan teri dan dan ikan dorang. Perahu ini umumnya beroperasi dari sore sampai malam, atau dari malam sampai pagi. Mirip orang dugem. Dilengkapi dengan lampu yang dapat mengundang ikan yang suka terang datang. Yang unik ada kursi untuk navigasi area ikan berkumpul yang ditaruh pada tiang paling depan. Tentu saja yang naik adalah mereka yang mempunyai penglihatan tajam, peka dan berat ideal. Seandainya saya magang ikut berlayar, kemudian menaiki tiang itu untuk duduk di kursi panas, mungkin tiang itu akan ambruk karena beban terlalu berat. Oleh karena itulah khusus untuk pekerjaan itu, dibutuhkan nelayan yang ramping.
Ujung aspal sisi barat
Kembali pada cerita mancing, setelah acara survei dan mancing perdana. Beberapa waktu kemudian saya kembali ke TKP. Kali ini mancing di sisi barat dengan fokus pada mancing di muara dan tambak liar yang ada di sebelahnya. Sambil menunggu nyonya ngantor, tidak ada salahnya membunuh sepi dengan memancing. Walau panas tapi semangat tetap trengginas.


Muara sisi barat
Di sisi sebelah barat, situasi lebih tenang. Jalanan sudah pematang. Motor tidak bisa masuk sembarangan. Saya bereksperimen menggunakan berbagai umpan. Dari cacing unthel (cacing ini saya bawa khusus dari Wates, naik kereta api 8 jam. dan saya anter kembali ke Wates naik kereta lagi, total 16 jam cacing ini hilir mudik dalam kresek melintasi provinsi dengan gratisan), pelet (senjata utama mancing dengan campuran roti, ubi serta tempe basi plus pelet ikan) dan lumut. Awal memakai pelet di spot ini dianggap aneh oleh pemancing lain.
monster imut-Glodok
Ceritanya pagi itu saya memancing di tepi muara sebelah barat. Ada beberapa orang yang datang turut memancing. Mereka berasal dari Semaran dan menggunakan pancing teknik dasaran. Sementara saya woles menggunakan tegegan. Kami lama boncos, tapi beberapa saat kemudian umpan saya dimakan dan huft ...dapat ikan yang biasa menghuni kawasan bakau. Disebut ikan mudskipper. Ikan amphibi yang bisa jadi pasukan pengintai. Karena bisa tinggal di daratan akar bakau, muara, lumpur dan laut. Karena kepintarannya ikan ini mendapat gelar pendidikan di belakangnya sehingga bernama Periophthalmus sp.
Begitu mendapat ikan, orang-orang yang semula mencibir saya dengan perkataan:"mancing dekat laut kok pakai pelet Mas, emang dapat?" mendadak berubah. Bahkan salah satu menghampiri saya dan minta beberapa potong umpan pelet. Tentu saja saya berikan dengan ceria. Itulah gunanya kadang-kadang kita juga perlu tampil beda. 

Mancing di kawasan Pelabuhan Pasuruan, menghasilkan beberapa ikan glodok dan keting dalam ukuran yang imut. Karena memang menggunakan mata kail yang kecil dan bertegeg, jadi kurang bisa menjangkau ikan-ikan besar yang khilaf. Namun walaupun kecil, hasil gorengan ikan ini saya bawa ke warung tempe penyet dan saya makan bersama dengan ikan wader kali yang gurih. Nikmat Tuhan apa lagi yang kamu dustakan wahai pemancing dan istri-istri pemancing.

Bonus Track:

berburu nila di tambak
seperti sedang pipis

Kembali bekerja ke Jogja bersama Sepur dan Kopi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerita Uncal dari Pelabuhan Tanjung Tembikar Pasuruan (Ayo Memancing VII)"

Post a Comment