Kartun, Ngalay dan Ibukota (part 1)

Etnokartunologi (Wates room-DIY) Postingan kali ini adalah catatan lapangan sewaktu menghadiri pameran kartun akhir tahun yang diselenggarakan oleh teman-teman PAKARTI di Jakarta. Melihat waktu ngantor dan ngajar yang agak senggang berkaitan dengan liburan sekolah -meskipun kuliah sendiri tidak libur malah banyak deadline- saya putuskan untuk berangkat ke Ibukota. Total sudah 4 x berangkat ke Jakarta (jaman skripsi, pelatihan guru lukis di Duri Kosambi, tes CPNS LIPI dan periode 25-27 Desember bertepatan dengan melengkapi data pengerjaan tesis).

Malang-Jakarta, 25 Desember 2013
Kumis Kucing menuju Mbetek...
Perjalanan ke barat mencari pencerahan kali ini tidak sendiri, ada teman yang bisa diajak ngalay bersama. Dwi Febrianto alias Tom, Mahasiswa Antrop UB angkatan 2011 memutuskan untuk bergabung berangkat ke Jakarta karena belum pernah sama sekali melihat ibukota negara tercinta. Jakarta, kota metropolitan yang identik dengan kemacetan, artis, pusat pemerintahan dan tentu saja kartun. Ada organisasi yang bernama PAKARTI (Persatuan Kartunis Indonesia) dengan Jenderal bernama Pak Jan Praba dan Sekjen bernama Joko Luwarso, keduanya kartunis senior yang memberi perhatian terhadap tumbuh kembang kartun di Indonesia termasuk pentingnya berkomunitas. 

Bermalam dan dilempar batu dalam kereta,  26 Desember 2013
...pagi di barat Semarang...
Dengan kereta cadangan, Mataremaja Tambahan melaju menembus dinginnya Malam di Malang. Semakin ke barat penumpang bertambah banyak, sempat tercium bau terbakar selepas Stasiun Kepanjen. Usut punya usut kampas rem salah satu gerbong terbakar. Ketika melihat asap dari arah gerbong lain, beberapa penumpang terlihat panik dan saya nyeletuk " wah horor iki", seorang pemuda yang duduk di kursi seberang bilang "ini seperti film Last Passenger, film horor tentang kereta api". Namun suasana yang telah mencekam teratasi sejak petugas dan keamanan bilang, kondisi telah kondusif.  
....kopi, kereta dan kindle...

Seorang bapak berkumis yang naik dari Stasiun Kepanjen dudukdi kursi seberang. Pada awalnya saya dan Tom tengah asyik membaca buku, kemudian diganti dengan sesi wawancara -kata seorang teman disebut insting antropolog-. Melihat dari gaya pakaian dan sepatu bapak berkumis yang akan turun di Jakarta tepatnya di Stasiun Jatinegara ini adalah seorang satpam. Namun ketika saya tanya bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan milik orang Cina dan tergolong pegawai senior. Sesampai di Stasiun Kertosono penumpang resmi menempati kursi seberang sebagaimana nomor pada tiket, dan bapak berkumis pindah tempat duduk -sesampai di stasiun Jatinegara, kami sempat berkomunikasi sejenak selepas beliau turun, walaupun hanya menggunakan bahasa isyarat-. Sepanjang perjalanan kereta, kadang terdengar Tom tertawa lepas maupun tertawa yang tertahan, ternyata dia sedang mendengarkan pengajian dari KH Anwar Zahid di MP3 ponselnya. Penumpang sekitarnya kadang kebingungan dan heran melihat ada seseorang yang tertawa lepas malam-malam. Selepas Saradan, tidur sejenak dan bangun pagi hari di timur kota Semarang. Pagi itu kereta berubah seperti playgroup berjalan, musim liburan banyak keluarga yang ingin berwisata. Apalagi selepas Semarang sebelum Pekalongan, ketika kereta api melewati rute bersebelahan dengan Laut Jawa. Anak-anak termasuk orang tuanya kegirangan melihat laut lepas. (Bersambung) 


Subscribe to receive free email updates: