Dua tahun yang Luar Biasa

Tepat pada tanggal 27 Juli 2016 Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Tanggal yang sama dengan keputusan Presiden Soekarno saat mengeluarkan dekrit pada tahun 1959. Reshuffle sebuah istilah yang umum untuk otak atik gathuk pejabat negara. Ibarat memutar mp3 ada proses pemilihan acak yang berulang, begitu definisi ngawur saya. 

Pada awal 2015 saya merasakan bagaimana rasanya kena 'reshuffle', saat masih menjadi pengajar luar biasa di salah satu kampus negeri. Jika para menteri kena reshuffle melalui prosedur administrasi yang protokoler, mendapat pemberitahuan formal dan seterusnya, saya mendapatkannya hanya dengan telepon. Sebuah telepon sederhana dan datar dari suara di seberang sana, namun sangat menyentuh dengan pukulan yang telak. "Mas untuk semester depan, sampean tidak dapat mendapat mata kuliah untuk diampuh dikarenakan bla bla bla". Apalah artinya bertanya balik jika segala alasan tidak diterima dan saat itu beberapa hari menjelang akhir masa studi S2 dan belum lagi sudah terlanjur menyiapkan RKPPS beserta buku ajar dan metode praktik lapangan termutakhir. 
Awal mulanya di bulan Juli 2012
Gambar di atas menjadi sebuah pengingat yang tidak pernah saya lupakan. Dari kegembiraan yang meluap saat mendapat tawaran untuk bisa menyalurkan ilmu dan adanya kesempatan untuk melanjutkan mencari ilmu yang lebih banyak juga. Semua asa, cita dan pengharapan sudah terfokus di sana. Tidak masalah jika mengajar sambil menempuh perjalanan antar provinsi setiap minggunya. Setelah melewati segala proses administratif yang tertib akhirnya saya dapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah lagi sambil mengajar. Menjadi pengajar Luar Biasa. Perjalanan luar kota yang menjadi makanan tiap rabu berangkat naik bus malam dan kembali lagi pada kamis malam, antara Jogja-Malang dan Malang Jogja. Seorang teman pernah bertanya: "Kamu yakin dengan sepak terjangmu ini akan mendapat apresiasi yang baik dari sana?" ketika mendapat pertanyaan itu saya hanya tersenyum sembari berkata pelan: "untuk ilmu, perlu sedikit rekoso". No Pain no gain, kata orang barat. Saya merasa tidak sendiri karena sebelum saya bergabung, sudah ada seorang teman yang tidak kalah atraktifnya, menempuh perjalanan Malang-Jakarta pp tiap minggu via kereta ekonomi karena mengajar dan sekolah pula. Dari situlah awal kemantapan hati saya. Tidak hanya itu, ada yang pernah bilang untuk sepenuhnya membantu mbabat alas karena nanti akan ada kiriman buku sebanyak satu kontainer dari Profesor di Jerman. Ada yang bilang untuk biaya perjalanan akan diganti dan diberi janji kalau uang kuliah akan disauri oleh fakultas. Semangat semakin menggebu-nggebu walaupun setelah itu tahu kalau itu hanya wacana semu. 
Waktu demi waktu terus terlampaui, perjalanan mingguan yang lakukan tanpa mengenal kantong kosong dan capeknya bokong (Jogja-Malang jika jalanan lancar dapat ditempuh dengan normal dan selamat selama 9-10 jam, jika macet atau gangguan bisa sampai 12 jam itu berlaku sama kalau lewat Surabaya terlebih dahulu dengan angkutan bus). Beberapa kali pergantian semester terjadi perubahan dan penyesuaian hari karena harus kuliah dan ada kewajiban mencerdaskan anak bangsa di GO Jogja dan Kulon Progo. Segala capek perjalanan terbayar oleh antusias dan cerianya para peserta didik. 
Penumpang setia Lumba-lumba dengan mata Panda 

Seolah menjadi rutinitas dan kebiasaan yang akhirnya saya terbiasa tidur semalaman dalam bus, asal posisi di dekat jendela. Pernah punya cita-cita untuk beli kursi deret tiga dari bus untuk saya buat tempat tidur. Berbagai kesibukan malah membuat antusias untuk tetap berangkat dan berangkat tanpa memperhitungkan akan menguras isi kantong berapa rupiah. Akhirnya saya mendapat julukan dari seorang kawan manusia AKAP (antar kota antar provinsi). Ada yang memberi julukan acrobatic teacher karena mengajar dengan akrobatan, bukan lonjak-lonjak penuh ketangkasan di dalam kelas, tapi untuk menuju kelas harus menempuh perjalanan panjang yang penuh tantangan. 

Mengajar dan belajar membutuhkan keikhlasan. Karena semua harus diyakini sebagai perilaku yang mulia dan akan berbuah manis pada kemudian hari. 2014 merupakan masa yang menandakan pertanda buruk, ketika sekolah sudah akan selesai ada. Seorang kawan pernah mengingatkan jangan terlalu berharap banyak karena dalam kampus ada politik yang lebih bermain. Ternyata bukan hanya isapan jempol, seperti sebuah narasi sinetron ada semacam skenario yang kalau boleh menduga suatu saat pasti akan terungkap. Dan hal itu benar pertengahan 2014 alur cerita semakin memanas, bahkan ada yang terang-terangan menyatakan keluar dan tidak akan mengajar dengan alasan etika dalam dunia pendidikan. Tetapi kemudian balik lagi, sungguh ironi, menelan ludah yang sudah dibuang sendiri. 
Ada yang pamit tapi setelah itu balik. Aduh amit-amit 
Postingan ini adalah refleksi dari Hari Guru, 25 November. Guru tidak hanya mengajar materi pelajaran, namun harus bisa memberikan pendidikan dan contoh bagaimana hati nurani manusia yang adiluhung. Manusia yang bisa memanusiakan yang lain, tidak saling menumbangkan apalagi menumbangkan. Semoga tidak ada lagi Tumbal Akreditasi, yang untuk kepentingan legal formal harus menjegal. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada mahasiswa yang dengan cihuy mengantarkan saya secara rutin dari kos menuju terminal. Termasuk dari terminal menuju kampus, atau dari kampus menuju terminal. Tidak peduli dini hari, kondisi hujan dan macet. Kalian memang luar biasa. Semoga Yang Maha Kuasa membalas jasa antar jemput selama dua tahun lebih. Dua tahun bertemu anak muda yang luar biasa, antusias belajar, akrab ngopi bareng dan tangguh di lapangan. Dua tahun yang Luar Biasa. 



Subscribe to receive free email updates:

4 Responses to "Dua tahun yang Luar Biasa "

  1. Cak sejujurnya saya sangat kagum dengan kerja keras njenengan. Sampai saat ini saya masih tetap menganggap njenengan sebagai salah satu guru inspiratif. Suatu waktu saya sangat ingin berkolaborasi "karya" dengan njenengan jika memungkinkan. *salim*

    Salam hangat dari mahasiswa mu,
    Andika "mbek"

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jam berapapun sampai Terminal Arjosari, terutama dini hari. Ada mbek yang siap menjemput, dengan gagah berani. Terima kasih Mbek, jangan lupa jaga kesehatan biar tidak ada sakit di perantauan. Semoga kolaborasi karya itu segera terwujud. Tetap fokus, rajin menulis dan membaca. Salam Abidin

      Delete
  2. saya masih ingat gambar jejak kaki yang di.cover laporan penelitian lapangan pertama saya representasi dri penelitian lapangan yang heroik kata beliau seperti pecut aat itu, belum lagi, cerita download buku2 yang ssuperr itu disampaikan dalam presentasi menarik humor nasihat dsb yang kesemuanya memacu untuk "kudu akeh moco tullisan apik" beliau meski jauh siap sedia berada di kelas dan di lapangan beruntung sempat mengenal dan diajar beliau di masa babat alas dan masih menjadi guru inspiratif ketulusan dan usha guru untuk yang terbaik turut dirasa. terimakasih pak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama. Hehehe berkarya dapat dilakukan dimanapun termasuk menggambar saat koreksi tugas atau makalah. Pendekatan humor perlu dipakai agar hidup tidak terlalu spanenk. Sukses selalu untuk kita semua, asal hidup benar hasilnya pasti baik untuk sekarang dan masa anak cucu kelak. Salam menggila di Gondanglegi

      Delete